Sistem Stem Sel untuk Sirosis Hati
diambil dari Fitur Klasika Kompas, Jumat 5 Nopember 2010
The word “cirrhosis” derives from Greek ??????, meaning tawny (the orange-yellow colour of the diseased liver). While the clinical entity was known before, it was RenĂ© Laennec who gave it the name “cirrhosis” in his 1819 work in which he also describes the stethoscope.”
——————
Mencoba mengonsumsi Melia Propolis untuk terapi kanker temasuk murah. Satu paket Melia Propolis harganya Rp 550,000 yang dapat dikonsumsi selama 3 ~ 7 hari. Jadi terapi kanker dengan Melia Propolis hanya memerlukan biaya Rp 2,200,000 hingga Rp 4,400,000 selama sebulan.
diambil dari Fitur Klasika Kompas, Jumat 5 Nopember 2010
Di Indonesia, banyak penderita sirosis, terutama yang telah memasuki stadium lanjut, memilih untuk transplantasi hati sebagai cara pengobatannya. Namun tak bisa dimungkiri, seringkali cara ini terbentur pda biaya dan ada tidaknya donor hati.
Seiring dengan kemajuan teknologi dunia medis, saat ini sudah dikenal tenologi stem sel untuk menangani masalah sirosis. Pada prinsipnya teknologi ini adalah mengkloning stem-sel untuk mengasilkan sel induk yang berkualitas. Kemudian sel induk berkualitas itulah yang dicangkokkan (implant) ke dalam tubuh pasien melalui arteri hati. Kemudian periode pengobatan yang disesuaikan dengan kondisi pasien dengan berbagai pertimbangan.
———-
Tentunya hal tersebut memerlukan biaya yang sangat mahal. Biaya mahal akan menjadi kendala bagi penderita sirosis dari golongan menengah ke bawah. Lalu adakah upaya pencegahan sirosis dengan mengaktifkan pertumbuhan (perkembangan) stem-sel manusia secara in vivo? Menurut beberapa penelitian medis, ternyata ada harapan. PROPOLIS merupakan produk lebah yang selain berkhasiat sebagai antibiotik alami sangat kuat, juga mengandung bahan aktif Artepillin C yang memiliki berbagai aktivitas terkait dengan tumor, seperti yang ditulis oleh Dr Mahmoud Lotfy dari Mesir berjudul: “Biological Activity of Bee Propolis in Health and Disease” di Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, Vol 7, 2006, sebagai berikut: “Artepillin C diekstraksi dari propolis Brasil. Artepillin C (asam 3,5-diprenyl-4-hydroxycinnamic) dengan berat molekul 300,40 dan memiliki aktivitas antibakteri. Ketika artepillin C diterapkan pada manusia dan sel tumor ganas murine secara in vitro dan in vivo, artepillin C menunjukkan efek sitotoksik dan pertumbuhan sel tumor jelas terhambat. Artepillin C ditemukan menyebabkan kerusakan secara signifikan pada tumor padat dan sel-sel leukemia dengan uji assay MTT, assay DNA sintesis, dan pengamatan morfologi secara in vitro. Ketika xenografts sel tumor manusia ditransplantasikan ke tikus telanjang, efek sitotoksik artepillin C paling terlihat pada karsinoma dan melanoma ganas. Gabungan gejala Apoptosis, mitosis gagal, dan nekrosis masif telah diidentifikasi dengan pengamatan histologis setelah injeksi intratumor dari 500 g artepillin C tiga kali seminggu. Selain penekanan pertumbuhan tumor, terjadi peningkatan rasio CD4/CD8 sel T, dan dalam jumlah sel T pembantu. Temuan ini menunjukkan bahwa artepillin C mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, dan memiliki aktivitas antitumor langsung (Kimoto et al, 1998.).”
Tentunya hal tersebut memerlukan biaya yang sangat mahal. Biaya mahal akan menjadi kendala bagi penderita sirosis dari golongan menengah ke bawah. Lalu adakah upaya pencegahan sirosis dengan mengaktifkan pertumbuhan (perkembangan) stem-sel manusia secara in vivo? Menurut beberapa penelitian medis, ternyata ada harapan. PROPOLIS merupakan produk lebah yang selain berkhasiat sebagai antibiotik alami sangat kuat, juga mengandung bahan aktif Artepillin C yang memiliki berbagai aktivitas terkait dengan tumor, seperti yang ditulis oleh Dr Mahmoud Lotfy dari Mesir berjudul: “Biological Activity of Bee Propolis in Health and Disease” di Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, Vol 7, 2006, sebagai berikut: “Artepillin C diekstraksi dari propolis Brasil. Artepillin C (asam 3,5-diprenyl-4-hydroxycinnamic) dengan berat molekul 300,40 dan memiliki aktivitas antibakteri. Ketika artepillin C diterapkan pada manusia dan sel tumor ganas murine secara in vitro dan in vivo, artepillin C menunjukkan efek sitotoksik dan pertumbuhan sel tumor jelas terhambat. Artepillin C ditemukan menyebabkan kerusakan secara signifikan pada tumor padat dan sel-sel leukemia dengan uji assay MTT, assay DNA sintesis, dan pengamatan morfologi secara in vitro. Ketika xenografts sel tumor manusia ditransplantasikan ke tikus telanjang, efek sitotoksik artepillin C paling terlihat pada karsinoma dan melanoma ganas. Gabungan gejala Apoptosis, mitosis gagal, dan nekrosis masif telah diidentifikasi dengan pengamatan histologis setelah injeksi intratumor dari 500 g artepillin C tiga kali seminggu. Selain penekanan pertumbuhan tumor, terjadi peningkatan rasio CD4/CD8 sel T, dan dalam jumlah sel T pembantu. Temuan ini menunjukkan bahwa artepillin C mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, dan memiliki aktivitas antitumor langsung (Kimoto et al, 1998.).”
Catatan dari WIKIPEDIA: “Cirrhosis (pronounced /s??ro?s?s/) is a consequence of chronic liver disease characterized by replacement of liver tissue by fibrosis, scar tissue and regenerative nodules (lumps that occur as a result of a process in which damaged tissue is regenerated), leading to loss of liver function. Cirrhosis is most commonly caused by alcoholism, hepatitis B and C, and fatty liver disease, but has many other possible causes. Some cases are idiopathic, i.e., of unknown cause.
Ascites (fluid retention in the abdominal cavity) is the most common complication of cirrhosis, and is associated with a poor quality of life, increased risk of infection, and a poor long-term outcome. Other potentially life-threatening complications are hepatic encephalopathy (confusion and coma) and bleeding from esophageal varices. Cirrhosis is generally irreversible, and treatment usually focuses on preventing progression and complications. In advanced stages of cirrhosis the only option is a liver transplant.The word “cirrhosis” derives from Greek ??????, meaning tawny (the orange-yellow colour of the diseased liver). While the clinical entity was known before, it was RenĂ© Laennec who gave it the name “cirrhosis” in his 1819 work in which he also describes the stethoscope.”
——————
Mencoba mengonsumsi Melia Propolis untuk terapi kanker temasuk murah. Satu paket Melia Propolis harganya Rp 550,000 yang dapat dikonsumsi selama 3 ~ 7 hari. Jadi terapi kanker dengan Melia Propolis hanya memerlukan biaya Rp 2,200,000 hingga Rp 4,400,000 selama sebulan.
0 komentar:
Posting Komentar